Jumat, 30 Desember 2016

Dibuai Déjà vu (Review Novel After You oleh Jojo Moyes)

Kisah Lou Clark di Me Before You sebetulnya bisa dikatakan selesai. Ia bukanlah sebuah cerita yang memang diseting sebagai pembuka sebuah seri. Tetapi kesuksesannya menjadi best-selling novel hingga major picture akhirnya menggugah Jojo Moyes untuk melanjutkan kisah tokoh Lou ke dalam novel sekuel berjudul After You.

Senin, 14 November 2016

Warna Langit

Langitku biru. Langitku cerah. Manusia mengaguminya.
Langit biru yang cerah, ah, manusia mana yang tak menyukainya. Tukang es keliling, tukang bakso, pedagang kaki lima, anak sekolahan, pengantar surat, loper koran, penyapu jalan, tukang parkir… semua menyayangiku. Pengusaha kerupuk, petani garam, dan ibu-ibu yang punya anak bayi juga tak luput menjadi pengagumku. Hidup nyaman sekali dari atas sini. Terlebih jika matahari tak terlalu niat menyalakan sinarnya ke muka bumi. Hari sempurna ialah saat matahari bersantai di langitku, burung-burung terbang di antara awanku, pohon dan bunga tumbuh subur di bawahku, orang-orang tertawa dan dapat uang banyak.
Di sebelah langitku, ada langitmu.

Selasa, 30 Agustus 2016

Nggak Ada Judul

Aku yang kadang invisible, atau kamu yang emang nggak bisa liat aku?

Bukan tentang cinta-cintaan ala anak muda. Bukan.

Entah, rasa tidak dilihat terkadang merasuki pikiran. Diam-diam aku merasa kalau bahkan orang-orang yang dekat tidak selalu terasa dekat.

Dulu sekali punya kakak kos yang sehobi. Dengannya aku bisa berbagi cerita tentang hobi, passion, cita-cita dan keinginan masa depan. Termasuk keinginan yang ini: jadi penulis. Dulu bisa cerita gitu ke dia karena aku tahu hobi kita sama: sama-sama lebih tertarik ke toko buku daripada mall atau bioskop. Hobi aneh kita sama: membuka segel buku dan membuka-buka buku baru. Bahagia versi kita adalah melihat koleksi buku semakin menebal, menumpuk sesak memenuhi space kamar kos. Terjejal di antara diktat kuliah, kamus, dan persediaan mie instan dan kopi susu. Senang sekali melihat kardus di kamar sudah bertambah—yang artinya koleksi makin banyak. Lalu lupa kalau menyimpan buku di dalam kardus dan meletakkannya di kolong tempat tidur sangatlah kejam, tidak aman, dan tidak sehat.

Dulu sekali dapat tugas bikin cerpen untuk pelajaran Bahasa Indonesia. Malam-malam aku begadang demi mencipta mahakarya (setingkat anak SMA ‘newbie’), lalu sebelum dikumpulkan cerpen itu dibaca dulu oleh salah seorang teman. Dia berujar, “kayak cerpen betulan”. Dalam hati aku geram, “kamu kira cerpen jadi-jadian?”

Dulu sekali sering baca Suara Merdeka. Bukan langganan Bapak sih, tapi selalu datang di rumah. Maka nama-nama macam Budi Maryono, Aulia A Muhammad, Wiwien Wintarto bukan lagi nama asing. Aku mengenal mereka dari tulisan-tulisan mereka. Bahkan Gunawan Budi Susanto, Prof Retmono, atau Sendang Mulyana sudah jauh kukenal sebelum di masa depan jadi dosen-dosenku. Maka perjumpaan dengan mereka—bertahun-tahun setelah petualanganku hanya sampai pada harian spesial edisi minggu yang selalu datang tiap pagi—serupa momen pecah cangkang. Misterius, tak tertebak, dan ketika datang tiada rasa selain bahagia dan syukur.

Dulu sekali punya satu buku sakti yang selalu dibawa saat sekolah. Di jam istirahat akan ada satu-dua puisi yang tercipta, perlahan memenuhi halaman buku. Teman-teman sekelas akan kembali setelah jajan di luar lalu menanyakan judul puisi hari itu. Mereka akan membacanya—pelan-pelan karena aku tak mau satu sekolah tahu aku sok puitis. Dulu sekali buku itu jadi teman suka duka. Sampai akhirnya ia hilang diantara buku-buku sekolah yang harus dirapikan dan sekarang tak tahu di mana.
Sebelum ini ada teman yang akhirnya melihatku. Ia akhirnya membacaku, setelah bertahun-tahun percaya saja saat kubilang aku suka nulis—padahal tak pernah sekali pun membaca karyaku. Biarkanlah, biar saja dia tahu sekarang. Mungkin sekarang aku bisa ia lihat, setelah sekian lama tak kasat mata. Hihi.

Perahu kertasku terus berlayar, menanti jodoh untuk “anak-anakku” dan menunggu Keenan-ku pulang tentu saja…

tertanda, Kugy jadi-jadian.

Jumat, 12 Agustus 2016

#EdisiBelajarNulis Belajar dari JK Rowling #KarakterCerita

It’s always been tiring for me untuk membangun karakter tokoh. Buatku, picturing a character itu susah, harus natural or at least believable. Ketika nulis cerita, aku seringkali langsung nulis aja tanpa terlebih dahulu breakdown jalan cerita atau bikin outline. Itulah masalahnya. Imbasnya langsung kemana-mana. Ada aja karakter yang di tengah cerita jadi terkesan ngambang dan nggak kena. Kadang ada karakter yang “kehilangan jati diri”, ada yang kebolak-balik sehingga bingung sendiri “Kok si A jadi cengeng gini? Kok B jadi lebay gini? Ini C atau D sih?”

Kamis, 14 April 2016

Slow But Sure, Review of "KOMA" by Rachmania Arunita

Buku yang AKHIRNYA selesai dibaca malam ini adalah “KOMA”, buku keempat Rachmania Arunita. Buat yang masih agak asing sama namanya, nih aku sebutin karyanya yang hits banget waktu itu: “Eiffel I’m in Love”. Sekarang udah ngeh kan? Karyanya yang aku sendiri paling suka adalah kumcer “French Secret”, setelah nonton film pendek yang diadaptasi dari salah satu cerita di buku itu.

Novel ini terbilang lama, cetakan pertama tahun 2013. Aku sendiri baru beli bulan Maret kemarin, dan menyelesaikannya di pertengahan April ini. Baca novel ini lumayan butuh konsentrasi gitu sih, soalnya tiap kalimatnya kaya, sayang aja kalo baca tapi nggak diresapi (tsaah). Dan, ya… butuh waktu satu setengah bulan buat ngrampungin si kover putih ini, tentu juga karena gue lagi hectic ngerjain skripsi de el el (curhat map).

Well, buat kalian yang udah nebak-nebak isi ceritanya, ini aku tuliskan synopsis yang ada di sampul belakang ya:

Sabtu, 16 Januari 2016

Perjalanan Belum Usai: Review of Faith and the City by Hanum Salsabiela and Rangga Almahendra

Malam ini ditutup dengan khatamnya bacaan yang saya beli bulan lalu, Faith and the City karya Hanum Salsabiela dan Rangga Almahendra. Saya mengikuti kedua penulis ini semenjak 99 Cahaya di Langit Eropa booming di jagat sastra nasional. Buku best seller itu kemudian diikuti dengan kumpulan cerita Berjalan di Atas Cahaya lalu lahirlah Bulan Terbelah di Langit Amerika yang bahkan sudah bisa kita nikmati versi layar lebarnya.
si pirus yang cantik

Perjalanan Hanum dan Rangga sampai di Kota New York, salah satu kota tersibuk di dunia. Saya jadi ingat, Liz Gilbert (diperankan oleh Julia Robert) di Eat, Pray, Love (2010) menyebutkan kata “ambission” kala mendeskripsikan kota asalnya tersebut. Ya, hal itulah yang coba dijabarkan di dalam buku ini, lewat kelanjutan kisah sepasang suami-istri yang (pada awalnya) berada di Amerika untuk urusan pekerjaan.