Minggu, 27 Januari 2013

10 Minutes

Ku pandangi dua lembar kertas di hadapanku. Lembar soal dan lembar jawab. Hufft, aku jenuh dengan suasana di sini. Keheningan berbaur dengan sakit kepala yang (anehnya) diderita oleh semua peserta di ruangan ini yang semakin memperburuk “kejiwaan” kami. Dan yang lebih aneh lagi, sakit kepala itu selalu datang saat tiba waktu ulangan. 90 Menit, waktu  itu selalu terasa begitu lama saat kami lalui itu ketika proses KBM biasa berlangsung. Tapi ketika duduk di atas kursi ini, sembilan puluh menit itu terasa begitu cepat. Dan aku baru menyadari akan satu keanehan lagi yang ada padaku: lembar jawabku masih kosong, belum ada satu pun soal yang kuselesaikan. Dan parahnya lagi, waktu tersisa KURANG DARI 10 MENIT LAGI. My God!
Maka segera saja aku menaikkan penaku, lalu mulai memainkannya di atas lembar jawabku. Aku meletakkan lembar jawabku itu persis di atas lembar soal, dan itu artinya aku memilih jawaban dengan membulatinya tanpa meneliti dulu soalnya dan memikirkan apakah jawabanku itu sudah tepat atau belum. Bagaimana pun, waktuku kurang dari sepuluh menit lagi dan aku harus sudah menyelesaikannya sebelum bel peringatan waktu kurang dari lima menit lagi.
Kuperiksa jam dinding yang menggantung di depan kelas, dan aku menghitung bahwa aku cuma butuh waktu kurang dari tiga menit untuk “memilih semua jawaban yang kuanggap benar”. Ya, aku rasa sudah benar apa yang baru saja kulakukan, sebab apa yang kulakukan itu sudah sama dengan perintah soal yang jelas-jela tertulis di lembar soal: “Pilihlah jawaban yang menurut Anda paling tepat!” dan bukan “jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!”. Mungkin malaikat di kanan-kiriku juga sedang menertawakanku.
Ya Tuhan, aku bosan. Bosan tingkat tinggi. Kenapa aku harus menyelesaikan ini semua terlebih dahulu sebelum aku dapat lulus dan “merdeka”?
 Mengapa harus ada kertas ulangan, dan… ehm… aku jadi penasaran, siapa sebenarnya yang mempunyai “ide gila” ini?
Hmm.… Akhirnya aku kembali mengubah perkataanku, ternyata sembilan puluh menit itu lama sekali! Lalu, apa yang selama ini aku lakukan? Tidur dan bermimpi? Ah, entahlah.
Pada akhirnya sembilan puluh menit itu hilang dan tak meninggalkan kesan apapun. Yang tertinggal hanyalah rasa kantuk tingkat tinggi dan harap-harap cemas akan hasil ulanganku nanti.


-tanpa judul- :)


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Hari ini, akhirnya saya punya keberanian untuk meng-share tulisan ini. Di dalamnya ada kata-kata yang saya ganti, yaitu "dua puluh tahun" yang tadinya "belasan tahun". I'm looking forward for your advice, guys. Enjoy!

“Kita Telah Sampai”

Mega mengiringi perjalanan hari demi hari yang serasa begitu cepat,
Tak terasa, dua puluh tahun sudah kita berjalan
Bersama
Menapaki satu per satu langkah yang terkadang berat
Bersama jua
Apapun ‘kan kita lalui
Semata karena cinta yang semakin meradang di hati
Menyeruak di alam asing yang dingin, sepi
Seindah janji sehidup-semati kepada Ilahi

Beribu padang telah kita lewati
Beribu gelombang jua telah kita hadapi
namun kini yang ada di depan mata ialah,
kebahagiaan

Dan perlahan kita ‘kan temui
Akhir dari perjalanan panjang ini
Kau dekap aku lalu kau kecup keningku
Lirih, katamu
“kita telah sampai”

Dan kini biarkanlah
Anak-anak kita
‘kan berlari menyusul ayah-ibunya

Sementara kita baru tersadar
Selama ini, kita
Hidup penuh bahagia


> teruntuk dua pahlawan yang ‘kan hidup selamanya di hatiku
“Cinta kalian-lah yang telah membuat semua ini, nyata….”

Menciptakan Suasana KBM yang Menyenangkan dan Kondusif


Siswa seringkali dipusingkan oleh materi pelajaran yang sulit, rumit, membingungkan, serta membosankan. Suasana kegiatan belajar mengajar atau KBM yang tak kondusif ditambah dengan tenaga pengajar atau guru yang tak punya cukup cara dalam hal metode penyampaian bahan ajar menjadi salah satu sebabnya. Banyak pelajar menilai, metode penyampaian yang diterapkan oleh beberapa orang guru kurang pas dan membosankan sehingga mereka menjadi kurang tertarik serta memahami apa yang disampaikan oleh guru. Kelihatannya hal ini sepele, mengingat tidak mungkin memenuhi apa yang diinginkan oleh siswa yang sedemikian banyak dalam satu kelas dengan yang dikehendaki oleh guru. Namun, hal ini menjadi sangat penting manakala siswa menjadi tak punya semangat belajar lalu gagal dalam ujian. Perlu adanya diskusi panjang agar menemukan jalan tengah bagi persoalan ini, agar tercipta suasana kelas yang menyenangkan bagi guru dan siswa serta kondusif dalam penyampaian materi pelajaran.
Suasana belajar yang menyenangkan akan membuat siswa terpacu untuk belajar, mendorong timbulnya rasa ingin tahu yang besar dalam diri siswa, termasuk mengupayakan hubungan yang aktif antara siswa dengan guru sehingga hasil yang akan didapat bisa maksimal. Rasa ingin tahu yang besar mendorong siswa untuk terus menggali hal-hal yang ia kehendaki itu sehingga wawasannya pun berkembang. Tak hanya itu, suasana belajar yang menyenangkan penting untuk menjaga stabilnya perkembangan emosional mereka termasuk membantu mengembangkan relationship dan melatih kerjasama antar siswa. Sebab, kegiatan belajar mengajar tak hanya soal siswa dan gurunya, tetapi juga siswa dengan temannya.
Sebaliknya, suasana belajar yang membosankan akan mempengaruhi perkembangan mental siswa, menjadi keras dan pemarah karena apa yang diinginkannya di sekolah tidak bisa diwujudkan oleh gurunya, padahal hal itu baik. Mereka juga menjadi sulit berkonsentrasi pada pelajaran dan gagal membina hubungan yang baik dengan teman satu kelasnya. Selain itu, akibat kurangnya pemahaman siswa terhadap apa yang dipelajarinya bisa membuat ia gagal dalam ujian. Tentu, hal ini tak mau dialami oleh semua pihak, bukan? Jadi, mari kita ciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan serta kondusif. Caranya?