Minggu, 29 Juli 2012

Mawar Kepada Hujan yang Menjadikannya Mekar


Aku tak pernah menceritakan ini pada siapa pun, yaitu tentang apa yang dikatakan mawar kepada hujan yang menjadikannya mekar. Kala langit senja mulai menenggelamkan matahari yang (sayang sekali) begitu redup, dan hujan mulai turun dengan beriringan lewat awan yang kelabu.
Nun di bawah sana, di antara bunga-bunga berwarna-warni yang tumbuh di sebuah taman yang indah, sekuntum bunga memekarkan pandangannya ke atas, hendak mendengar suara langit yang darinya muncul berita akan datangnya hujan. Ia lalu melempar pandangannya ke bawah, lalu ke arah sekelilingnya. Adalah bunga mawar putih yang terkenal akan kecantikan dan keelokan rupanya. Ketika hujan mulai turun dan membasahi mahkotanya, ia berteriak.
“Aku benci padamu, Hujan!”.
Hujan yang kebingungan lantas berkata, “Mengapa kau berkata seperti itu, Mawar? Apa salahku sehingga kau berkata demikian? Bukankah kau amat menyukaiku karena aku memberikanmu air (kehidupan) ?”.
“Ya, aku memang menyukaimu, aku memang membutuhkanmu. Tapi itu dulu, saat kau selalu hadir saat musim hujan tiba. Sekarang ini musim hujan tlah berlalu, tapi mengapa kau baru turun sekarang?”.
Hujan sempat kebingungan menjawabnya. Sejenak ia berpikir, menenangkan dirinya, lalu berkata,” Tak tahukah kau, Mawar? Aku selalu menantikan datangnya musim hujan karena di saat itulah aku dapat leluasa turun ke bumi, ke tanah yang kucintai. Aku sangat senang ketika musim hujan tiba. Saking senangnya, aku tak sadar telah mengeluarkan air yang begitu banyak bagi manusia sampai-sampai mereka mengalami musibah karenaku. Sejak itulah, mereka mulai membenciku. Aku tak lagi mendatangkan manfaat dan kehidupan bagi mereka, tetapi justru membuat mereka menderita karena malapetaka yang disebabkan olehku.”.
“Akibatnya, mereka tak lagi bersahabat denganku. Mereka juga merusak alam. Pohon-pohon ditebang, hutan dijadikan perumahan, gedung-gedung bertinhgkat mulai dibangun. Lahan-lahan persawahan pun ikut hancur, sampai-sampai manusia membangun rumah kaca untuk mengolah tanah. Aku benci dengan rumah kaca, aku tak tahan dengan sinar matahari yang dipantulkannya. Aku tak suka dengan hawa panas, karena keika udara semakin panas, semakin lama pula aku berada di langit, menjadi awan. Itulah mengapa, sekarang aku selalu turun dengan tiba-tiba. Suhu udara mulai  tak menentu. Ketahuilah Mawar, kadang aku ingin turun, tetapi aku tak kuat lagi karena udara di atas sini sangat panas. Kumohon maafkanlah aku, Mawar. Terimalah aku menjadi sahabatmu kembali. Aku yakin, sebentar lagi keadaan akan berubah. Aku yakin, sebentar lagi manusia pasti akan sadar atas kekeliruannya selama ini”.
Mawar yang sedari tadi menunduk lalu memalingkan mahkotanya yang cantik itu ke atas, sambil berdiri tegap. Ia bertanya pada Hujan, “Apa maksudmu, Hujan? Mengapa kau yakin sekali bahwa sebentar lagi manusia akan menyadarinya?”.
Hujan tersenyum, lalu berkata,”Karena Tuhan Maha Melihat. Ia melihat semua yang dilakukan oleh manusia, termasuk kekeliruan mereka. Dan sebentar lagi, Tuhan akan menjawabnya. Manusia akan menerima balasan atas perbuatan mereka”.
 Pemalang, 9 Desember 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar