Minggu, 29 Juli 2012

Give Me That Miracle: Life’s Full of Miracle (Terima kasih untuk Ibu yang telah membagi cerita ini)


Hari ini, Ibu, kau bercerita pada kami di dalam ruang kelas ini. Kata-katamu begitu sederhana, tak terdengar seperti bahasa orang-orang jenius, tak terdengar pula sebagai bahasa para penyair. Tapi lewat ceritamu itu, entah kenapa, hatiku bergetar. Ini bukan ilusi, Bu, ini bukan mengada-ada. Sebab ceritamu pun bukan ilusi, bukan mengada-ada. Ibu, kau bercerita dengan sesekali menatap kami, anak-anakmu, satu per satu di dalam ruang kelas ini. Namun, entah apakah ini cuma perasaanku atau memang demikian adanya—aku merasa kau begitu jauh menatapku. Kau menatapku dengan tatapan yang dalam, jauh dan lama. Entah ini cuma perasaanku atau memang demikian adanya, tapi aku betul-betul merasakannya.

Allah sungguh Maha Besar, sungguh Maha Kuasa. Dengan mudahnya Ia ciptakan manusia, dan dengan mudahnya pula Ia perintahkan Izrail untuk mencabut nyawanya. Ia berikan semua yang manusia butuhkan—jasmani, ruhani, akal pikiran, serta hati. Jangankan untuk sesuatu yang hamba-Nya pinta, untuk yang tidak diminta pun Ia berikan. Mudah bagi-Nya mengabulkan apa yang manusia itu inginkan, mudah pula bagi-Nya mencabut nikmat tersebut dari hamba-Nya.


Bu, kau bercerita tentang keajaiban yang (semoga) ‘kan Allah berikan pada kita suatu hari nanti. Begitu banyak cerita-cerita mengenai keajaiban yang Allah berikan bagi hamba-Nya yang dengan setia tunduk dan taat pada-Nya, begitu banyak sampai entah berapa banyak cerita yang belum disampaikan. Dan tepat ketika kau berkata bahwa Allah itu pasti memberikan mu’jizat pada hamba-Nya yang setia melaksanakan perintah-Nya, kau menatapku, kau menatapku. Dan aku pun menatap kedua matamu, Ibu, dan entah apakah ini biasa saja atau istimewa, akan tetapi kata-katamu begitu bergaung di dalam pikiranku. Aku seakan-akan dibayang-bayangi oleh kalimatmu, Ibu. Entah kenapa kemudian hatiku bergetar dan tiba-tiba punggungku serasa ditampar oleh sebuah benda yang cukup keras, yang membuatku kesakitan tapi sekaligus mengantarkanku pada sebuah kesadaran bahwa selama ini sudah terlalu banyak dosa dan kesalahan yang aku lakukan.

Ibu benar, Allah tak akan salah. Allah tak akan salah memberikan cobaan pada hamba-Nya, dan Ia pun takkan salah dalam memilih hamba-Nya yang ‘kan Ia berikan keajaiban. Dengan do’a-lah kita akan dipilih, serta dengan kesabaran pula kita akan mendapatkannya.

Begitu banyak hal yang ingin aku raih di dunia (yang fana) ini, tapi begitu banyak kesalahan yang aku perbuat. Begitu banyak keajaiban yang ingin aku dapatkan dari Allah Swt. tetapi aku belum juga sempurna dalam menjalankan tugasku sebagai hamba, hamba yang bertanggung jawab pada Tuhannya. Dan aku sadar, betapa rapuhnya aku tanpa pertolongan Allah.

Aku ingin mengubah semua bintang yang telah kulukiskan dalam mimpi terindahku. Aku ingin mengubah semua bayangan tentang kebahagiaan menjadi kebahagiaan yang hakiki, yang seutuhnya dapat kurasakan. Namun, masih berdayakah aku dan semua impianku ketika aku begitu jauh dari-Nya?

Ibu, aku menginginkan keajaiban itu, aku mendambakan kebahagiaan itu; kebahagiaan kala aku menjadi hamba yang lengkap dengan semua keajaiban yang telah kudapatkan.....
Ibu, terima kasih telah menceritakan hal itu pada kami—padaku. Terima kasih telah memberikanku tatapan mata yang dalam itu, yang telah menyelamatkanku dari lupa yang selama ini membayangiku.

God, please give me Your miracle in everything I do, please give me Your chance in everything I will. Because I need You, I need You the most, I need You more than everything in my whole life, and I will never be if You won’t…. Give me that miracle, God…. Amen.

***
Pemalang, 12 September 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar