Rabu, 08 April 2015

Malam Inspirasiku


Kopi. Malam. Payung Teduh. Kamu.
Ketika semuanya sudah hadir, maka bahagiaku hanya perlu dua hal lagi: pena dan lembar kertas. Oh, bolehlah kalau ditambah dengan rerintik gerimis yang tak kunjung reda. Maka jadilah, sempurnalah malam senduku. Malam inspirasiku.
Kopi.
Cangkir ini tidak selalu harus diisi dengan kopi hangat, bolehlah sekali-kali ia hadir bersama susu hangat, teh hangat, coklat hangat, atau jahe hangat. Ya, malam-malam di bukit seperti ini, apa saja, minumlah, asal hangat. Yang penting kau bisa merasa nyaman, dan bisalah kau lepas satu lapis kain dari tubuhmu itu.
Malam.
Ah, malam di perbukitan sungguhlah manis. Sangat istimewa. Apalagi jika tak diganggu oleh dengungan mesin kendaraan atau suara tangisan bayi. Malam itu, selain sejuk, juga menentramkan. Apalagi jika banyak orang di sekitar yang terlelap. Tapi inspirasiku tidak mati ketika malam berganti, biar pagi hadir inspirasi tetap bisa lahir. Hanya saja, malam itu lebih manis, romantis, begitu magis.
Payung Teduh.
Entah sudah berapa kali kuputar lagu itu. Berkali-kali, berulang-ulang, berputar selalu. Tak jenuh rasanya ditemani suara itu sembari menunggu inspirasiku pulang. Kali ini aku cinta mati pada “Menuju Senja”. Ah, cobalah sesekali kau dengarkan. Ada kicauan burung yang hinggap di tengah lagu. Begitu mendamaikan. Atau “Kita adalah Sisa Sisa Keikhlasan yang Tak Diikhlaskan” yang terasa sangat intim, sangat “kita”?
Kamu.
Bagaimana mungkin inspirasiku bisa hadir kalau kamu tak disini? Ya, kaulah syarat paling nomor satu itu. Kaulah pemegang kunci itu, satu-satunya orang yang bisa membuka pintu itu lalu menyambut masuk sang inspirasi. Biar kopi sudah diisi berulang kali, biar malam sudah berganti pagi dan pagi berubah lagi jadi malam, biar telingaku sampai merah dan kaset Payung Teduh jadi rusak gara-gara terlalu sering diputar, biar ada pena dan lembar kertas; kalau tak ada kamu yang menemani, dia takkan kembali. Dia tak jadi mampir. Dia sungkan untuk hadir, bahkan untuk sekadar mengetuk pintu. Buat apa inspirasiku susah payah datang kesini dan mengetuk pintu kalau ia takkan bisa masuk kecuali kamu yang menyambut?
Jadi, intinya, apa yang paling kubutuhkan untuk menyiapkan malam inspirasiku?
Aku cari kamu di setiap malam yang panjang, aku cari kamu kutemui kau tiada.... (payung teduh)
Semarang, 7 April 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar