“Kadang, ibu kangen kumpul-kumpul lagi kayak
dulu...”
Hatiku berdesir mendengar kata-kata itu
tertulis layar monitor laptopku. Pesan dari seorang wanita, seorang ibu, salah
satu wanita yang paling kusayangi setelah ibuku. Sama sepertinya, aku juga
rindu. Rindu masa-masa indah itu, rindu dengan bahagia itu, dan rindu pada
kasih sayang itu.
Pisah, kata itulah yang menjadi alasan
terhadap rindu ini. Pisah, kata yang menciptakan jarak diantara dua keluarga,
yang sebetulnya masih sama-sama mendamba untuk kembali menyatu. Pisah, membentangkan
samudera rindu tanpa pantai.
Aku benci dengan kata itu, sungguh. Benci sekali.
Kalau bukan karena pisah, pasti semua ini takkan terjadi. Kalau tak ada pisah,
maka takkan pernah ada rindu ini, takkan pernah ada perasaan ini.
Coba lihat apa yang terjadi dulu. Bersama,
bersatu, saling mencintai, saling menjaga, dan saling memiliki. Kebahagiaan selalu
ada di hadapan kita. Sekarang?
Ah, entahlah. Kini aku menanyai sendiri,
kenapa pisah?
Cuma mereka dan Tuhan yang tahu. Selebihnya,
hanya kata-kata “katanya” yang memenuhi otak kita, meracuninya dengan segala
prasangka.
Cuma satu yang aku tahu, aku sangat mencintai
wanita itu. Sangat mencintai.
Now Playing: Broken Vow
(titip rindu buat cinta, kenapa kamu pergi?)