Membuat
artikel berbentuk listicle yang sekarang arak di media online
itu bagi saya gampang-gampang susah. Gampang nulisnya, susah nunggunya. Hehe.
Artikel terakhir saya di Hipwee terbit setelah dua minggu menunggu. Katanya sih
Hipwee lagi pindahan. Semoga sekarang masa tunggunya tidak begitu lama ya.
Ada beberapa hal yang mau
saya share di sini, soal pengalaman saya menulis di Hipwee.
Perlu diketahui, Hipwee adalah salah satu portal online bagi anak muda yang
berisi tips, kuis, hingga narasi dan seringkali kadang curhat.
Hehe.
Pembaca Hipwee sebagian
besar pelajar dan mahasiswa. Saya sendiri tahu Hipwee sejak awal kuliah. Hipwee
pun mendadak jadi bacaan ringan yang tak boleh terlewat. Artikel-artikel di
Hipwee “anak muda banget”, dibawakan dengan gaya tulisan yang ringan dan bikin
kecanduan. Kayaknya nggak pernah saya nengokin Hipwee cuma
buat baca 1 artikel. Seringkali 3 artikel atau lebih habis saya baca setiap
kali ngeklik Hipwee.
Yang waktu itu menarik
bagi saya adalah banyaknya jumlah kontributor Hipwee dan angkanya terus
meningkat. Dalam waktu singkat, Hipwee jadi ramai dan bukan lagi lapak milik
sekumpulan orang. Hipwee sudah jadi milik anak muda, baik yang suka nulis
ataupun cuma mampir baca.
To be honest, saya sudah lebih dulu
kepincut sama Nyunyu. Saya masih ingat, dulu Nyunyu akan mengupload artikel
baru tiap pukul 8 malam. Nyunyu ini asyik banget buat dibaca. Ringan, lucu,
pokoknya bikin ketawa-ketawa sendirilah kalau baca Nyunyu. Apalagi nama-nama beken
di belakangnya: Raditya Dika, Bena Kribo, Arief Muhammad, Nilam Suri, dll. Pas
banget waktu itu lagi avid mainan twitter dan bisa dibilang
mereka itu artis-artisnya Twitter.
Kenapa saya pindah hati
dari Nyunyu ke Hipwee?
Jawabannya adalah karena
Hipwee membuka pintu selebar-lebarnya bagi para kontributor yang bisa siapa
saja. Lho, memangnya Nyunyu nggak? Nggak seramai itu. Jujur, saya
nggak tahu orang-orang dalam-nya Hipwee itu siapa aja, karena saya nyaris nggak
bisa bedain mana redaksi mana kontributor. Di Nyunyu, dinding itu jelas
terlihat. Tiap kali klik, yang muncul lagi-lagi artikelnya si
@poconggg atau Bena. Kadang punya Nilam Suri. Sekitar beberapa bulan hingga
setahun setelah itu barulah nama lain ikut naik, contohnya Adhie Fahmi. Yang
lumayan ramai adalah kolom komentarnya, sebab beberapa member sering
komen dan nggak jarang ditanggapi juga sama penulis artikel. Kolom komentar ini
nih yang juga nggak kalah gokil. Apalagi kalau udah bahas K-wave atau Raisa.
Atau jomblo.
Terus di Hipwee nulis apa aja, Rin?
Artikel di Hipwee dibagi
menjadi beberapa model. Ada narasi, listicle, quiz, dan opini. Saya
sendiri sudah menulis 5 artikel yang terdiri atas 1 narasi dan 4 listicle. Saya
suka nulis listicle karena saya pengin share beberapa
hal dalam satu topik yang akan lebih enak dibaca dalam format listicle. Kali
pertama login dan nulis, saya masih bingung harus pakai format
tulisan yang mana. Akhirnya saya nulis dalam format narasi.
Beberapa hari kemudian, ada e-mail dari pihak Hipwee yang mengabarkan kalau
artikel saya lebih baik ditulis dalam format listicle. Oke,
ganti format.
Menulis di Hipwee cukup
mudah dan cepat sebab kita sudah dihadapkan dengan form yang tinggal kita isi
sesuai instruksi. Buat saya, mengisi kolom-kolom inilah yang PR banget, sebab
kita harus sudah menyiapkan artikel beserta gambar dan sumber gambar-gambar
yang akan kita gunakan.
Yang menarik adalah judul
artikel. Tahu ‘kan model-model judul artikel online seperti
apa. Tak jarang, judul yang kita ajukan akan direvisi; ditambah atau dikurangi.
Contoh judul artikel saya yang ditambah adalah artikel 7 Nasehat Cinta dari Dee Lestari, Cocok Buatmuyang Masih Dilema. Itu bukan judul yang saya ajukan sebenarnya. Judul aslinya
adalah 7 Nasehat Cinta dari Dee Lestari. Tanpa koma atau
tambahan beberapa kata di belakangnya.
Artikel pertama saya
terbilang cepat menarik banyak pembaca. Hari pertama sudah mendapat 123 share,
dan di minggu pertama ada 1738 share. Ya, lumayanlah. Artikel
percintaan seperti ini memang salah satu yang paling sering dicari oleh pembaca
Hipwee. Ya, namanya juga anak muda...
Setelah artikel pertama
dimuat, saya mencoba bereksplorasi ke topik-topik lainnya. Artikel
kedua saya mengangkat tema Harry Potter (soalnya saya Potterhead,
hehe) dan saya mengangkat heroine dalam film-film Harry
Potter. Sebelumnya saya sempat search apakah di Hipwee sudah
ada artikel dengan topik serupa atau belum. Ternyata artikel bertemakan Harry
Potter belum begitu banyak. Akhirnya saya upload artikel kedua
saya itu. Eh, bukan ding. Artikel pertama.
Oh ya, selain judul, yang
seringkali (lagi-lagi menurut pengalaman saya) mendapat revisi dari pihak
Hipwee adalah gambar utama. Dari lima artikel saya saja, tiga atau empat
diantaranya mengalami pergantian gambar utama. Saya tidak tahu pasti kriteria
gambar utama yang baik menurut Hipwee itu seperti apa, tapi saya menilai
relevansi antara artikel dan gambar menjadi salah satu pertimbangan. Oh ya,
jika gambar utama diganti, artinya digantikan oleh gambar lain dari pihak
Hipwee. Tak ada anjuran dari Hipwee untuk mengganti (tidak seperti kekeliruan
dalam format seperti pengalaman saya), dan tak ada pemberitahuan sebelumnya.
Beberapa bulan yang lalu,
Hipwee pindah kantor. Entah dari mana ke mana. Yang jelas, waktu itu banyak
kontributor yang bertanya kenapa artikelnya belum dimuat. Ada yang sudah 1
minggu, 2 minggu, bahkan 1 bulan menunggu. Saya termasuk kontributor yang
bertanya langsung pada salah satu admin Hipwee. Syukur, beberapa hari
berikutnya artikel sudah dimuat.
Ekplorasi saya melebar ke
topik yang lebih pribadi, yakni curhat. Karena berupa curahan hati, saya
menuliskannya dalam sebuah narasi. Tak terlalu panjang, cukup untuk melegakan
beban pikiran saja.
Dari kelima artikel yang
saya tulis di Hipwee, sedikit-banyak saya tahu selera umum pembaca Hipwee.
Bagian kedua akan mengupas lebih jauh artikel seperti apa yang paling banyak
disukai pembaca. Stay tuned!